64 tahun lalu, KH Abdul Wachid Hasyim wafat dalam sebuah kecelakaan di daerah Sumedang, Jawa Barat. KH Abdul Wachid Hasyim dikenal karena nasionalismenya dan beliau berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan umat Islam setelah kemerdekaan. Dan juga beliaulah yang memodernisasi kurikulum pendidikan di pesantren.
Sebelum wafat, KH A Wachid Hasyim meluncur ke Sumedang untuk mengikuti rapat Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal Sabtu 18 April 1953. Pada saat itu juga Gus Dur kecil ikut bersama ayahnya di dalam mobil Chevrolet. Selanjutnya ketika sampai di daerah Cimindi (jalan antara Cimahi dan Bandung), cuaca hujan dengan kabut yang mengganggu pandangan. Terjadilah kecelakaan maut itu, mobilnya selip, sopir tak mampu menguasai mobil hingga membentur bak belakang truk.
Saking kerasnya tabrakan, tubuh KH A Wachid Hasyim terlempar keluar. Pertolongan datang sangat terlambat. Ambulans baru datang pukul 16.00 WIB, sekitar tiga jam setelah kecelakaan. K.H. Abdul Wachid Hasyim dibawa ke rumah sakit. Sayang, nyawanya tak tertolong.
Keesokan harinya dia meninggal, dalam usia 38 tahun. Berakhirlah jejak emas pengabdiannya untuk negara ini dan dunia Islam. Gus Dur kecil selamat dari kecelakaan itu. Setelah itu Gus Dur tumbuh dewasa lalu menjadi presiden Indonesia keempat.
Khusûshon ilâ arwâhi K.H. M. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Wachid Hasyim wa KH Abdurrahman Wahid, lahum-ul fâtihah…
Mengutip dari NU Online
Tokoh muda NU putera KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim (1914-1953) mempunyai pandangan jauh ke depan dan mempunyai cita-cita megadakan pembaruan-pembaruan dalam lingkungan pesantren. Suatu pembaruan tetapi tidak menghilangkan esensi atau wujud dengan karakteristiknya.
Menurut catatan KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan, pembaruan dalam arti hanya terbatas pada atribut yang menyangkut metode efisiensi dan kerapian menggunaka waktu belajar, atau yang menyangkut organisasi pesantren tanpa melenyapkan kepribadian pesantren itu sendiri.
Sebab, pesantren adalah pesantren, ia bukan sekadar sekolah atau madrasah, bukan sekadar asrama belajar, bukan sekadar kampus. Pesantren mengajarkan norma-norma yang tidak mungkin ada di tempat pendidikan lain.