Sejak terjun dalam organisasi, Kiai Ridwan Abdullah terpaksa mengurangi kesibukannya mengurus ekonomi. Dulu ia punya toko kain di Jl. Kramat Gantung sekaligus tailor. Kemudian ia menyerahkan toko tersebut kepada adiknya.
Rumah milik mertuanya di Bubutan juga diserahkan untuk kepentingan NU. Lantai bawah untuk percetakan NU, sedangkan lantai atas untuk sekretariat dan ruang pertemuan.
Mengutip dari Republika
Seorang ulama tidak hanya memiliki ilmu agama yang tinggi, tapi juga memiliki sejumlah keahlian. Di antara ulama yang memiliki keahlian khusus adalah KH Ridhwan Abdullah. Beliau adalah seorang ulama yang tidak menguasai ilmu agama tapi juga pandai dalam melukis.
Dalam mempelajari ilmu agama, Kiai Ridwan belajar di sejumlah pesantren di Madura dan di Jawa. Di antaranya, Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, dan Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan Madura.
Degan belajar di sejumlah pesantren itu ilmu agamanya pun tak diragukan. Namun, Kiai Ridwan berbeda dengan ulama lainnya, karena ia juga memiliki keahlian khusus di bidang seni lukis dan seni kaligrafi. Banyak jasa yang telah dilakukannya untuk agama dan bangsanya.
Salah satu karyanya adalah bangunan Masjid Kemayoran Surabaya. Masjid yang memiliki arsitektur yang khas ini adalah hasil buah tangan Kiai Radwan. Dengan keahliannya dalam melukis, para ulama memberi amanah untuk membuat lambang Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU).
KH Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan Surabaya pada 1 Januari 1884. Ayahnya bernama KH Abdullah. Pada awalnya, Kiai Abdullah menyekolahkan Ridwan ke sekolah Belanda.
Ridwan muda tergolong sebagai murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang sampai ingin mengadopsinya. Namun, belum selesai belajar di sekolah tersebut, ayahandanya kemudian mengirimkan Ridwan ke Pondok Pesantren Buntet di Cirebon, Jawa Tengah. Setelah dari Buntet, Ridwan kemudian mengembara mencari ilmu ke Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, Jawa Timut.
Tak berhenti di situ, Ridwan tampaknya masih haus akan ilmu agama. Dia pun berangkat ke Madura untuk berguru kepada Syekhona Kholil Bangkalan. Di pesantren Kiai Kholil inilah Ridwan menimba ilmu cukup lama, sehingga ia pun menjadi seorang yang alim.